Jendela Cerita Mama Arga

Di balik jendela, banyak cerita tumbuh dan bermakna

Aku pengen bilang makasih.
Tapi kali ini bukan ke orang lain, melainkan ke diriku sendiri.

Terima kasih karena sudah berani keluar dari zona nyaman. Dari Jakarta yang serba tersedia, serba familiar—ke tempat baru yang awalnya terasa asing, penuh adaptasi, dan nggak selalu mudah.

Sejak kecil, aku tumbuh di rumah yang selalu ada bantuan. Ada yang beresin, ada yang siapin, ada Mama yang selalu jadi tempat sandar. Bukan berarti aku manja, tapi aku memang nggak terbiasa melakukan semuanya sendiri.

Tapi hidup berubah. Dan aku juga.

Waktu pindah ke Baubau, lalu lanjut ke tempat yang sekarang, pelan-pelan aku sadar: ternyata aku bisa. Bisa bangun pagi sendiri, masak buat keluarga, beresin rumah, siapin keperluan sekolah Arga, bahkan cari arah di kota asing yang belum aku hafal betul.

Ternyata aku mampu. Ternyata aku cukup kuat.

Dan hari ini, aku mau berhenti sejenak… bukan buat mengeluh, tapi buat berterima kasih. Ke diri sendiri—yang nggak nyerah, yang terus belajar, yang pelan-pelan bertumbuh.

Kadang kita terlalu sibuk bertahan sampai lupa ngasih pelukan buat diri sendiri. Padahal, setiap langkah kecil yang aku lakukan—dari bangun pagi sendiri sampai belajar masak lauk simple—itu semua perlu diapresiasi juga, kan?

Aku nggak bilang semuanya lancar. Ada kalanya aku lelah. Ada momen aku kangen Jakarta, kangen Mama, kangen jadi ‘anak’ lagi yang tinggal duduk manis dan ditanya, “Mau makan apa?”

Tapi justru di tempat baru ini, aku menemukan versi diriku yang lain. Yang lebih mandiri, lebih tangguh, dan lebih tau apa yang dia mampu lakukan.

Jadi ya, thanks to myself.
Udah mau tetap melangkah walaupun pelan.

Karena ternyata… aku bisa

“Ada aku yang dulu menuliskan cerita di buku ini. Ada aku yang hari ini duduk tenang di tepi jendela. Dan ada aku yang terus belajar dari hari ke hari. Terima kasih untuk setiap versi diriku yang sudah membawaku sampai sini”
Posted in

Leave a comment