Jendela Cerita Mama Arga

Di balik jendela, banyak cerita tumbuh dan bermakna

  • Berkunjung ke Baubau tak lengkap rasanya bila tak mencicipi kuliner seafood di sini. Terdapat banyak pilihan rumah makan yang menyajikan menu seafood nikmat dan segar, namun kali ini aku rekomendasikan salah satu rumah makan seafood favorit keluarga kami yaitu “Dapoer Ummi Murni.”

    Tampak Depan RM Ikan Bakar Dapoer Ummi Murni

    Dapoer Ummi Murni berada di Sentra Kuliner Ikan Kota Baubau. Lokasinya sangat strategis, di kawasan Pasar Wameo yang merupakan pasar terbesar di Kota Baubau dan juga dekat dengan Kotamara – ruang publik yang jadi tempat favorit warga Baubau.

    Berbagai pilihan ikan disediakan di depan pintu masuk Dapoer Ummi Murni

    Begitu datang, pengunjung bisa langsung memilih sendiri ikan yang diinginkan. Ada berbagai pilihan jenis ikan, seperti Ikan baronang, katamba, sunu, bobara, dan masih banyak jenis lainnya. Tentu kesegaran ikan di sini tak diragukan lagi, fresh banget. Setelah memilih ikan, kita juga memilih ikan tersebut mau dimasak apa: ikan bakar, ikan goreng, ikan woku, atau dimasak parende (ikan kuah kuning asam segar khas Buton). Kalo favorit kami Ikan Bobara Bakar, disajikan setengah dengan bumbu parape khas Sulawesi Selatan yang agak pedas dan setengahnya lagi dengan bumbu kuning yang tidak pedas untuk Arga. Ada juga pilihan ikan bakar bumbu rica-rica untuk para penggemar pedas.

    Untuk menu ikan sudah disajikan sepaket dengan nasi, tumis kangkung, 5 macam sambal, dan es teh manis. Selain ikan juga terdapat  pilihan menu seafood lainnya. Kami biasa memesan udang atau cumi goreng tepung.

    5 macam sambal yang disajikan dengan tingkat kepedasan yang berbeda-beda

    Setelah memesan pengunjung bisa langsung memilih tempat duduk, ada di bagian bawah dan boleh juga di lantai atas Sentra Kuliner. Sambil menunggu hidangan disediakan juga pisang susu di setiap meja yang bebas dimakan sepuasnya.

    Menunggu makanan matang, sudah disajikan es teh manis dan pisang susu

    Tak terlalu lama menunggu pesanan kami pun disajikan. Semua cita rasa makanan di sini enak, bumbunya terasa pas di lidah. Arga juga lahap banget makannya sampai minta nambah nasi lagi. Untuk harganya juga masih aman di kantong, biasanya untuk makan bertiga kami merogoh kocek Rp 180.000-220.000, bergantung pada berat ikan yang kami pilih.

    Menu makan kami bertiga: Ikan Bobara Bakar, Cumi Goreng Tepung, Tumis Kangkung, 5 macam sambal, dan es teh manis

    Kalau kamu sedang berada di Baubau atau berencana liburan ke sini, jangan lewatkan untuk mampir ke Dapoer Ummi Murni. Selain makanannya yang lezat dan segar, suasananya juga nyaman untuk keluarga. Dijamin pulang dengan perut kenyang dan hati senang!

     

  • When people hear “Southeast Sulawesi,” they often think of the stunning seas of Wakatobi. But this province holds many other surprises worth discovering. This time, I’d love to take you to lesser-known places—destinations that offer raw, untouched beauty.

    Muna Island is located off the southeastern coast of Sulawesi, neighboring Buton Island. While it’s not as popular as some major tourist spots, that’s exactly what makes it so charming. The natural landscape remains pristine, and many of its hidden gems are still waiting to be explored.

    On the Ferry from Baubau to Wamengkoli Port

    From Baubau City, we crossed to Muna Island via ferry from Baubau Port to Wamengkoli Port. Tickets are available directly at the terminal with hourly departures. For three people and one car, we paid around Rp 250,000. The crossing took about 20–30 minutes.

     

    Kotaeono Cave

    From Wamengkoli Port, we headed to Kotaeono Cave in Rahia Village, Buton Tengah. The 17 km drive took roughly 25 minutes through scenic, green landscapes with little traffic.

    The uphill journey to Kotaeono Cave has been paved with a path to make it easier for visitors

    We parked near a local house and took a short uphill walk—less than 10 minutes—to reach the cave entrance. Nestled between towering cliffs, the cave features a striking blue pool inside. When the tide is high, seawater flows into the cave, turning it slightly salty. During low tide, it returns to fresh water.

    Arriving at the top, you can see the vast expanse of the ocean

    The best time to visit is midday for optimal lighting. Unfortunately, we arrived a bit late in the afternoon, so we missed the chance to take photos on a small heart-decorated boat that floats inside.

    Iconic photo spot at Kotaeono Cave

    Kadena Glamping Dive Resort

    Before night fell, we headed straight to our accommodation, located less than 2 km from Kotaeono Cave. Kadena Glamping Dive Resort is the first glamping site in Southeast Sulawesi, offering a unique experience unlike anywhere else.

    The accommodation tent in Kadena Glamping, look very comfortable, doesn’t it?

    We stayed in a tent, but it felt just like a hotel room. Each tent has air conditioning and is equipped with a five-star quality bathroom. Everything was clean, cozy, and of course, Arga was super excited to stay here. That evening, we ordered a BBQ and Shabu package, served picnic-style on the grassy lawn under the stars, accompanied by the calming sounds of crickets and frogs.

    Picnic while barbeque party under the night sky

    The next morning, after breakfast, we discovered a hidden gem within the resort grounds. We walked into the forest and found the entrance to a cave called Lapahia Cave. We entered through a small opening and descended a steep path—don’t forget a flashlight, it’s pitch dark inside! At the bottom, crystal-clear water awaited us, cool and refreshing.

    The mouth of Lapahia Cave from outside and inside the cave

    Beyond swimming, the cave is also a popular spot for cave diving. At around 20 meters deep, divers are treated to stunning natural formations of stalactites and stalagmites. Up for the challenge?

    The water inside Lapahia Cave looks very clear

    Aside from Kotaeono and Lapahia, there are many other beautiful and astonishing caves in Buton Tengah Regency—no wonder it’s nicknamed the “Land of a Thousand Caves.”

    This short escape to Muna Island, especially Buton Tengah reminded us that Indonesia’s beauty lies beyond its most famous destinations. If you’re looking for a peaceful, nature-filled trip with surprising gems along the way, Muna Island deserves a spot on your travel bucket list!

    Read this post in Bahasa Indonesia ➡️ https://mamaarga.com/2025/06/25/hidden-gems-di-sulawesi-tenggara-glamping-dan-menjelajah-gua-di-pulau-muna/

  • Saat orang mendengar nama “Sulawesi Tenggara”, biasanya langsung terbayang Wakatobi dengan lautnya yang memukau. Tapi provinsi ini menyimpan banyak kejutan lain yang tak kalah menarik. Kali ini, aku ingin mengajakmu menjelajah tempat-tempat yang mungkin belum banyak dikenal wisatawan—tempat yang justru menyimpan keindahan yang autentik.

    Pulau Muna adalah sebuah pulau yang terletak di ujung Pulau Sulawesi bagian tenggara yang juga bersebelahan dengan Pulau Buton. Pulau Muna mungkin belum sepopuler destinasi wisata besar lainnya, tapi justru di situlah letak pesonanya. Alamnya masih sangat asri dan banyak spot unik yang belum banyak orang tahu. 

    Suasana di Kapal Ferry Baubau-Wamengkoli

    Dari Kota Baubau, kami menyeberang ke Pulau Muna dengan menggunakan kapal ferry dari Pelabuhan Baubau ke Pelabuhan Wamengkoli. Tiketnya bisa langsung dibeli di pelabuhan dan jadwal keberangkatannya ada hampir setiap jam. Untuk menyebrang 3 orang dengan 1 mobil biaya yang kami keluarkan sekitar Rp 250.000. Perjalanan laut memakan waktu sekitar 20-30 menit.

    Gua Kotaeono

    Dari Pelabuhan Wamengkoli kami langsung menuju ke Gua Kotaeono di Desa Rahia, Kabupaten Buton Tengah. Jarak tempuh perjalanan sejauh 17 km memakan waktu kurang lebih 25 menit. Pemandangan selama perjalanan masih sangat asri dan hijau, tak padat rumah penduduk.

    Perjalanan menanjak menuju ke Gua Kotaeono sudah dibuatkan jalan untuk memudahkan pengunjung

    Kami memarkir mobil di dekat rumah penduduk, lalu berjalan agak menanjak, tak sampai 10 menit kami sampai di mulut gua. Gua ini berada di antara dua tebing yang tinggi menjulang, di dalamnya terdapat air dengan warna biru yang menyegarkan, siapapun yang berkunjung pasti terpukau akan keindahannya. Karena jaraknya yang tidak jauh dari bibir pantai, saat air laut pasang maka air di dalam gua akan menjadi payau/air asin. Namun jika air laut surut maka airnya akan kembali menjadi tawar.

    Sampai di puncak terlihat hamparan luas lautan

    Waktu terbaik berkunjung ke sini adalah siang hari untuk mendapatkan pencahayaan yang maksimal. Sayangnya kami sampai terlalu sore waktu itu. Kami jadi tak bisa berfoto di spot foto berupa perahu kecil dengan hiasan berbentuk hati di tengahnya.

    Spot foto iconic di Gua Kotaeono

    Kadena Glamping Dive Resort

    Ssbelum hari gelap kami langsung menuju penginapan yang lokasinya tak sampai 2 km dari Gua Kotaeono. Kadena Glamping Dive Resort merupakan glamping pertama yang ada di Sulawesi Tenggara. Tentunya Kadena menawarkan pengalaman menginap yang berbeda dengan tempat lainnya.

    Tenda penginapan di Kadena Glamping, terlihat sangat nyaman bukan?

    Kami tidur di dalam tenda tapi serasa di dalam kamar hotel. Setiap tenda memiliki AC dan dilengkapi kamar mandi ala hotel bintang 5. Semuanya sangat bersih, nyaman, dan tentu saja Arga super happy menginap di sini. Malam harinya kami juga memesan paket Barbeque dan Shabu yang disajikan di meja di atas rerumputan, seru banget serasa piknik. Suara jangkrik dan katak turut  menghiasi suasana malam itu.

    Piknik sambil Barbeque-an di bawah langit malam

    Keesokan paginya, setelah sarapan, ternyata ada hidden gem di dalam area hotel. Kami berjalan ke arah hutan dan di sana terdapat mulut gua bernama Gua Lapahia. Kami masuk melalui celah kecil, jalan turun ke bawah sangat curam. Jangan lupa membawa senter karena di dalam sangat gelap. Begitu sampai di bawah langsung terlihat air yang super jernih dan menyegarkan.

    Mulut Gua Lapahia dilihat dari luar dan dalam gua

    Selain sekedar berenang, gua ini menjadi tempat para cave diver untuk diving. Di kedalaman sekitar 20 meter terdapat keindahan alam berupa batuan stalaktit dan stalagmit yang menakjubkan. Berani coba?

    Air yang sangat jernih di dalam Gua Lapahia

    Tak hanya Kotaeono dan Lapahia, masih banyak sekali gua lainnya di Kabupaten Buton Tengah yang juga tak kalah indah dan menakjubkan. Karena itulah Kabupaten Buton Tengah dijuluki “Negeri 1000 Gua.”

    Petualangan singkat kami ke Pulau Muna, tepatnya Buton Tengah ini jadi pengingat bahwa keindahan Indonesia tak melulu soal destinasi populer. Justru di tempat-tempat tersembunyi seperti ini, kita bisa menemukan pengalaman yang lebih autentik. Kalau kamu mencari liburan yang tenang, dekat dengan alam, dan penuh kejutan menyenangkan, Pulau Muna layak banget untuk masuk dalam daftar perjalananmu berikutnya!

    Read this post in English ➡️ https://mamaarga.com/2025/06/25/hidden-gems-of-southeast-sulawesi-glamping-and-cave-adventures-on-muna-island/

  • Setelah puas menikmati laut dan keindahan bawah air di Sombu Dive, petualangan kami di Wakatobi masih berlanjut. Tak hanya laut, Pulau Wangi-Wangi juga menyimpan pesona alam lainnya yang tak kalah memikat. Sore hari kami menyempatkan diri menikmati senja dari ketinggian di Puncak Toliamba. Keesokan harinya kami juga bersantai di sebuah danau bernama Danau Kapota. Dua tempat ini menawarkan suasana yang berbeda namun tetap berkesan.

     

    Sunset di Puncak Toliamba

    Selain Sombu Dive, Puncak Toliamba juga menjadi destinasi wisata yang masuk dalam proyek penataan dan pengembangan infrastruktur di KSPN Wakatobi. Puncak Toliamba dikemas menjadi tempat wisata yang modern sehingga mampu menarik lebih banyak wisatawan. Pembangunan jalan akses ke puncak membuat pengunjung lebih nyaman, apalagi fasilitas umum sudah lengkap tersedia, seperti toilet dan musholla yang bersih. Di area bawah terdapat kios-kios untuk UMKM (sayangnya pada waktu itu belum dibuka) dan ada juga kafe di bagian puncak, serta area terbuka yang menjadi tempat berkumpul dan bersantai sambil menikmati pemandangan.

    Puncak Toliamba yang sudah dibangun menjadi destinasi modern, akses jalan menuju puncak sangat nyaman dan aman sekalipun bagi anak-anak

    Puncak Toliamba menawarkan pemandangan yang memukau dari ketinggian. Meskipun perjalanan ke puncak cukup panjang dan melelahkan tapi Arga semangat banget sambil berlarian terus. Dan rasa lelahnya terbayarkan setelah sampai di puncak. Kami dapat melihat panorama hamparan luas lautan serta pulau-pulau di sekitar Kepulauan Wakatobi dari ketinggian.

    Keindahan sunset menjadi daya tarik utama Puncak Toliamba. Sayangnya sore itu langit Wakatobi sedikit berawan sehingga kami tidak bisa melihat sunset yang sempurna. Tapi semburat jingga di langit senja tak pernah berhenti membuat kami kagum. Sore itu, melihat mentari perlahan tenggelam di langit Wakatobi rasanya damai sekali.

    Langit senja dari Puncak Toliamba yang sedikit tertutup awan namun tetap terlihat manis

     Bersantai di Danau Kapota

    Keesokan paginya kami menyebrang sedikit ke pulau kecil yaitu Pulau Kapota. Di sana terdapat danau yang bernama Danau Tailaro Nto’Oge atau yang lebih dikenal dengan Danau Kapota. Danau Kapota juga merupakan salah satu destinasi wisata dalam proyek penataan dan pengembangan infrastruktur di KSPN Wakatobi.

    Dari Pulau Wangi-Wangi kami naik perahu motor berkapasitas 15-20 orang untuk menyebrang ke Pulau Kapota. Perjalanan laut cukup singkat, hanya sekitar 15 menit saja. Saat melewati perairan berwarna biru muda dari atas perahu tampak jelas banyak bintang laut biru di dasar laut, indah sekali. Setelah turun perahu, kami masih harus berjalan kaki sekitar 2 km untuk menuju ke Danau Kapota. Sayangnya cuaca tak bersahabat, hujan sempat turun beberapa kali yang sedikit menghambat perjalanan kami karena harus beteduh.

    Akses jalan menuju Danau Kapota yang masih sangat asri dan hijau

    Suasana tenang menyambut ketika kami memasuki gerbang masuk Danau Kapota. Danau Kapota ini berada dalam kawasan hutan Mangrove dengan luas area kurang lebih 1.200 meter. Konon katanya air di danau ini merupakan air laut yang masuk dan tergenang dalam sebuah rongga batuan karang yang cukup besar sehingga air danau terasa asin.

    Karena sudah terlalu lelah berjalan kami hanya duduk-duduk santai di area gazebo di tepi danau. Namun bila ingin lebih puas melihat pemandangan, bisa naik ke menara gardu pandang. Tentu akan menakjubkan menikmati panorama dari ketinggian.

    Suasana tenang di Danau Tailaro Nto’Oge atau Danau Kapota yang dikelilingi hutan mangrove

    Perjalanan singkat kami ke Pulau Wangi-Wangi meninggalkan kesan dan kenangan yang begitu indah. Tentu saja kami berharap bisa mengeksplor pulau-pulau lainnya dari Wakatobi. Ternyata Wakatobi tak hanya tentang kehidupan bawah laut, ada ketenangan di puncak bukit dan juga syahdunya danau di hutan mangrove. Yuk main-main ke Wakatobi!

  • Siapa yang tak tahu Wakatobi? Wilayah ini terkenal akan keindahan alam bawah lautnya dan menjadi salah satu spot diving terbaik di dunia. Wakatobi merupakan kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara yang namanya merupakan singkatan dari empat pulau utamanya: Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Pada Oktober lalu, kami berkesempatan liburan singkat ke Wakatobi—tepatnya ke Pulau Wangi-Wangi.

    Perjalanan Menuju Wakatobi

    Kami berangkat dari Kota Baubau menuju Pelabuhan Lasalimu, Kabupaten Buton, dengan mobil. Perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam melalui jalan berkelok dan naik turun, yang sayangnya membuat Arga sempat mabuk darat. Dari Lasalimu, kami melanjutkan perjalanan laut dengan KM Natuna Express menuju Pelabuhan Wanci. Perjalanan laut sekitar 1 jam dengan kondisi ombak yang cukup bersahabat, dan syukurnya Arga tak mabuk laut. Kami memilih kelas eksekutif yang nyaman, ber-AC, dan bersih—cocok untuk perjalanan bersama anak-anak.

    Gambar atas: KM Natuna Express (sebelah kanan) saat di Pelabuhan Wanci. Gambar bawah: Suasana di dalam KM Natuna Express

    Menginap di Wouana Villa

    Wouana Villa yang homey dan bikin betah

    Kami menginap di Wouana Villa, sebuah penginapan sederhana tapi sangat homey. Pemiliknya ramah dan membuat kami langsung merasa betah. Tarif kamar Rp 800.000 per malam sudah termasuk sarapan, serta disediakan buah dan snack di dalam kamar. Menu sarapannya pun istimewa, seperti masakan rumahan dengan pilihan yang lengkap dan disajikan seperti di meja makan rumah sendiri.

    Menikmati sore di Wouana Villa: Bersantai di hammock, memandangi perahu-perahu dan menunggu sunset

    Kebetulan kami mendapat kamar yang terbaru, katanya kami jadi tamu pertama yang menginap di kamar tersebut. Lokasi kamar kami berada tepat di pinggir laut. Rasanya menyenangkan membuka gorden dan langsung disambut pemandangan laut yang tenang tanpa ombak. Saat air laut pasang, biasanya para tamu langsung menceburkan diri dari area depan kamar. Seru banget!

    Snorkeling di Sombu Dive

    Pintu masuk Sombu Dive Wangi-Wangi

    Keesokan paginya, kami berkunjung ke Sombu Dive. Tempat ini merupakan salah satu proyek pengembangan destinasi wisata oleh Kementerian Pariwisata dan PUPR dalam program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Dengan perbaikan infrastruktur dan fasilitas umum di tempat wisata diharapkan akan menarik lebih banyak wisatawan lagi yang datang ke Wakatobi.

    Masih pakai piyama tapi udah nggak sabar mau nyebur ke laut

    Sombu Dive terkenal sebagai spot diving, namun kami memilih untuk snorkeling. Serunya, tak perlu naik perahu—cukup di pinggiran saja, kami sudah bisa melihat keindahan bawah lautnya! Air lautnya bersih dan jernih, tanpa ombak, sangat aman untuk anak-anak. Bahkan tanpa menyelam pun, terumbu karang yang cantik sudah terlihat jelas dari atas permukaan. Warna-warni karang dan ikan-ikan kecil sangat memukau, ditambah bintang laut biru yang jadi favoritnya Arga. Sayangnya, kami belum sempat mengabadikan keindahan bawah lautnya. Tapi mungkin itu bisa jadi alasan untuk kembali ke sini ya?

    Spot snorkeling kami di Sombu Dive

    Wakatobi memang istimewa. Suasana damai Wouana Villa hingga keajaiban bawah laut di Sombu Dive, semua terasa luar biasa. Tapi liburan kami belum berakhir—masih ada senja menawan di Puncak Toliamba dan ketenangan Danau Kapota yang menanti untuk diceritakan. Tunggu cerita selanjutnya di Liburan ke Wakatobi (Part 2)!

  • Hai, kali ini aku akan berbagi resep masakan yang sering aku buat karena Arga lahap banget kalo makan ini. Pasti udah sering dong seliweran di sosmed resep-resep nugget homemade? Aku sendiri udah coba beberapa resep, mulai dari yang full ayam, mix ayam dan udang, tahu dan ayam, ayam keju, ayam dan tempe, tapi ternyata yang paling Arga doyan adalah NUGGET TAHU UDANG. Padahal dulu Arga kurang suka tahu, sama udang pun picky banget. Eh tapi pas dibikinin ini langsung habis banyak. Yuk aku kasih tau cara buatnya.

    Bahan-bahan:

    Bahan-bahan Nugget Tahu Udang

    2 kotak tahu putih

    7-10 ekor udang ukuran sedang, kupas

    1 butir putih telur

    2 sdm tepung maizena

    Bawang putih bubuk

    Garam

    Lada bubuk

    Kaldu bubuk

    Wortel/daun bawang (opsional)

    Tepung roti secukupnya

    Semua bahan siap dicampur

    Cara Membuat:

    1. Hancurkan tahu putih dengan garpu dan cincang kasar udang
    2. Campur semua bahan kecuali tepung roti.
    3. Bentuk adonan sesuai selera. Jangan terlalu besar karena adonan sangat lembut dan mudah hancur (Bisa dikukus dulu untuk membuat adonan lebih padat, tapi Arga lebih suka tanpa dikukus)
    4. Setelah dibentuk, langsung balur dengan tepung roti dan letakkan di wadah terpisah.
    5. Nugget Tahu Udang siap digoreng atau bisa disimpan di freezer untuk besok.

    Adonan yang sudah tercampur dan siap dibalur tepung roti
    Nugget Tahu Udang siap digoreng

    Gampang dan sat set banget kan buatnya? Selain jadi lauk bisa juga jadi cemilan dengan dibuat ukuran versi mini bites. Masak menu simple gini bisa juga jadi moment quality time bareng anak. Arga biasanya bantuin hancurin tahu dan aduk-aduk adonan, semangat banget dia. Yuk coba juga di rumah!!

    Selamat Menikmati
  • Tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua, tapi siapa sangka menjadi orang tua itu kayak ikut kelas seumur hidup. Nggak ada kurikulum pasti, tapi tiap hari ada aja pelajarannya, ada aja ujiannya.

    Menjadi orang tua yang baik, terdengar klise, tapi itulah harapan setiap orang tua, yang ternyata bukanlah hal sederhana untuk dijalani. Kita sebagai orang tua dituntut untuk terus belajar dan beradaptasi di setiap fase kehidupan anak.

    Ketika anak berada di dalam kandungan, kita belajar bagaimana menjaga dan merawatnya sepenuh hati. Ketika anak dilahirkan dan beradaptasi dengan dunia barunya, kita pun belajar dan beradaptasi dengan peran baru kita di dunia. Belajar memahami keinginan anak dengan berbagai suara tangisannya.

    Menyuapi Arga snack favoritnya saat bayi: Puree Apel

    Ketika memasuki masa MPASI, bukan hanya sekedar anak yang belajar untuk makan, tetapi kita orang tuanya justru harus lebih banyak belajar. Belajar menyiapkan makanan terbaik (terutama untuk mama sepertiku yang nggak jago masak) dan pastinya belajar untuk sabar menghadapi segala tingkah polah anak di waktu makan. Bersyukur Arga nggak melalui fase GTM parah, walaupun tetap ada drama makan nasi pakai biskuit atau buah yang lebih baik aku turuti daripada anak nggak mau makan. Apalagi Arga dulu sempat alergi telur, betapa bingunggnya aku karena nggak bisa masakin telur yang mana adalah lauk paling simple sedunia.

    Lulus dari drama MPASI ternyata masih banyak drama lainnya, salah satunya fase toilet training. Ternyata fase ini lebih menguras emosi. Bukan hanya perlu kesiapan mental anak, tetapi yang lebih diperlukan justru kesiapan mental orang tuanya untuk menghadapi segala drama perngompolan everywhere everyday. Yaa nggak semua keluarga mengalami fase yang terjal, ada juga yang berhasil melaluinya dengan mulus dan less drama.

    Kegiatan pra-sekolah: melatih motorik halus Arga dengan menggunting

    Dan sekarang aku sedang berada di fase menyiapkan Arga untuk masuk ke jenjang sekolah dan mencari sekolah terbaik yang sesuai dengan visi misi keluarga kami. Masih panjang kan proses belajarnya? Pasti nanti anak sudah sekolah juga orang tuanya harus ikut belajar lagi. Apalagi katanya fase anak pra-remaja dan remaja justru lebih berat dari fase balita dan butuh pendampingan orang tua yang lebih intens.

    Beda fase, beda masalahnya, beda juga proses pemecahan masalahnya. Bersyukur zaman sekarang belajar bisa lebih mudah karena banyak informasi bisa didapatkan via media sosial, internet, juga banyak kelas parenting yang bisa diikuti. Intinya kita sebagai orang tua harus mau terus belajar. Bukan tentang menjadi orang tua sempurna, tetapi tentang bagaimana orang tua bisa selalu membersamai tumbuh kembang anak di setiap fase kehidupannya.

    Semangat untuk para orang tua hebat!!

  • Menikmati rindangnya pohon dan tenangnya alam

    Kota Baubau yang terletak di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, memang dikenal dengan keindahan pantai dan lautnya. Tapi kalau sedang ingin suasana yang berbeda, kamu bisa melipir ke hutan pinus yang tak kalah menarik.

    Selamat datang di Hutan Pinus Samparona – tempat pelarian sejuk di tengah panasnya Baubau

    Hutan Pinus Samparona berlokasi sekitar 8 km dari pusat kota Baubau dan dapat ditempuh dalam waktu 15-20 menit berkendara. Tiket masuk pun cukup terjangkau, hanya Rp 20.000 per mobil. Begitu masuk, kita langsung disambut suasana khas hutan pinus: deretan pohon tinggi menjulang, suara kawanan serangga yang nyaring, dan udara yang sejuk menyegarkan.

    Menelusuri Hutan Pinus Samparona melalui jalan setapak

    Sudah tersedia jalan setapak yang nyaman untuk berkeliling menyusuri hutan. Di sepanjang jalur ini, terdapat beberapa ayunan kayu—favoritnya Arga! Ada juga spot foto berupa jembatan kayu berbentuk hati yang menarik. Buat yang suka tantangan, bisa mencoba flying fox dan jembatan goyang di atas pohon.

    Ayunan kayu – spot favorit Arga di Hutan Pinus Samparona

    Untuk beristirahat, tersedia bangku-bangku di beberapa titik. Fasilitas lainnya seperti toilet, musholla, dan area camping juga tersedia. Sayangnya, playground anak justru kurang terawat, jadi tidak terlalu aman untuk digunakan bermain.

    Jika berencana ke sini, pastikan cuaca cerah karena jalan bisa licin saat hujan. Disarankan memakai baju dan celana panjang serta sepatu tertutup agar lebih nyaman. Jangan lupa oleskan lotion anti nyamuk ya!

    Meski Baubau identik dengan pantai, ternyata ada sisi lain yang tak kalah memesona. Hutan Pinus Samparona bisa jadi alternatif wisata keluarga yang menenangkan dan menyegarkan. Duduk santai di bawah pohon pinus, bermain ayunan, atau sekadar menghirup udara segar—semuanya bisa jadi pengalaman sederhana yang membekas.

    Petualangan kecil Arga bersama Ayah

    Kalau kamu sedang di Baubau, yuk coba jelajah hijaunya Samparona.

  • Suasana pagi yang menyegarkan di Pantai Nirwana

    Di antara hiruk-pikuk kota, terkadang kita butuh pelarian ke tempat yang tenang dan menyegarkan. Saat kami pindah ke Baubau, Pantai Nirwana jadi oase favorit keluarga kecil kami. Cantiknya pemandangan dan suasana yang ramah keluarga membuat kami ingin terus kembali. Yuk, aku ajak kamu menjelajah keindahan Pantai Nirwana lewat cerita ini!

    Pagi itu, suatu hari di Desember 2023, pertama kalinya Ayah Arga mengajak kami ke sebuah pantai paling terkenal di kota Baubau. Pantai Nirwana, yang langsung membuatku terpesona melihat gradasi warna air lautnya. Langsung tak sabar rasanya ingin menceburkan diri ke air laut yang pasti menyejukkan.

    Pantai Nirwana terletak tak jauh dari pusat kota Baubau, hanya sekitar 9 km atau 20 menit perjalanan dari rumah kami. Dengan biaya hanya Rp 11.000 untuk 1 mobil dan 3 orang, kami sudah bisa menikmati keindahan pantai sepuasnya. Selain jernihnya air laut, pasirnya yang putih juga menjadi daya tarik Pantai Nirwana. Tak banyak batu karang dan ombak yang cenderung sangat tenang di pagi hari, membuatnya sangat nyaman untuk berenang. Aku menyebutnya “The Real Infinity Pool

    Kegiatan favorit kami: renang di tengah laut, mengumpulkan kerang, dan duduk santai menikmati ombak

    Ada banyak gazebo berjejer di sepanjang tepian pantai yang bisa disewa dengan membayar Rp 50.000, namun kami lebih suka membawa tikar dan menggelarnya di atas pasir. Sambil menikmati jagung rebus yang dijajakan pedagang keliling, kami juga mengumpulkan banyak kerang yang unik dan menarik. Tak lupa juga untuk mengajak Arga berlomba membuat istana pasir. Dan tentu saja kalau Arga udah nyebur, susah diajak udahan. Lautnya sangat aman untuk berenang, sampai sekitar 50 meter dari tepi pantai airnya masih cenderung dangkal. Bila beruntung kami bisa bertemu ikan-ikan kecil yang berenang ke sana kemari. Penyewaan ban, perahu dan banana boat juga tersedia di pantai ini.

    Gazebo nyaman untuk bersantai di tepi pantai

    Kami biasa berkunjung di pagi hari sekitar jam 6an, sehingga bisa menikmati suasana sebelum panas matahari terlalu menyengat. Tapi ketika matahari mulai terik itulah gradasi warna putih ke biru terang hingga biru gelap terlihat sangat cantik. Puas berenang, tak perlu khawatir karena ada banyak kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Cukup dengan membayar Rp 3.000 untuk 1 jerigen air.

    Sampai saat ini tak terhitung sudah berapa kali kami menghabiskan waktu libur di Pantai Nirwana. Setiap kunjungan membawa kebahagiaan dan kehangatan tersendiri. Pantai Nirwana bukan sekadar tempat wisata, tapi juga jadi bagian dari kenangan keluarga kami. Kalau kamu ada rencana ke Baubau, jangan lewatkan keindahan surga kecil ini. Siapkan kamera dan hati untuk menikmati pesona alam yang menakjubkan!

  • Halo, aku Nisya, mama dari Arga. Dulu aku tinggal dan bekerja di Jakarta, hidup yang sibuk dan penuh dinamika kota besar. Aku melahirkan Arga di masa pandemi Covid-19—masa yang justru menjadi keuntungan bagi mama bekerja sepertiku. Karena sistem kerja yang sepenuhnya dari rumah (WFH), aku jadi punya lebih banyak waktu bersama Arga.

    Namun setelah dunia kembali normal, ritme kerja kembali padat. Aku larut dalam hari-hari sibuk, bahkan tak jarang pulang lewat tengah malam. Seperti banyak working moms lainnya, aku pun sering menghadapi drama rengekan anak: “Mama nggak boleh ke kantor,” yang bikin hati galau setiap mau berangkat kerja.

    Pada November 2023, aku memutuskan resign dari tempat kerjaku setelah hampir 12 tahun mengabdi. Aku dan Arga menyusul ayahnya yang dipindah tugas ke Baubau—sebuah kota kecil di sebuah pulau, jauh dari hiruk-pikuk ibu kota. Banyak yang mendukung, tapi tak sedikit juga yang mempertanyakan. Namun, aku sudah mantap dengan keputusanku. Apalagi Arga masih di masa golden age yang membutuhkan kehadiran penuh kedua orangtuanya.

    Buatku, perjalanan ini bukan sekedar pindah tempat, tapi juga memulai kehidupan baru yang penuh tantangan dan kejutan. Dari menyesuaikan diri dengan lingkungan, hingga belajar menikmati hal-hal sederhana yang dulu terlewatkan di Jakarta.

    Di blog ini, aku ingin berbagi cerita tentang perjalanan kami—keluarga kecil yang sedang bertumbuh—dari sudut pandangku sebagai seorang mama yang sedang belajar dan akan terus belajar.

    Selamat datang di Jendela Cerita Mama Arga, tempat berbagai cerita tumbuh dan bermakna. 

    Semoga lewat blog ini, kita bisa saling berbagi, menguatkan, dan tumbuh bersama.